KONFLIK YANG TERJADI DI KOTA TARAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
MAKALAH
ILMU SOSIAL DASAR
KONFLIK YANG TERJADI DI KOTA TARAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Disusun Oleh :
IRVAN
TAUFIK ARIFIANTO (13315464)
KELAS : 1TA03
FAKULTAS : TEKNIK SIPIL DAN
PERENCANAAN
DOSEN
: EMILIANSHAH BANOWO
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-NYA yang
senantiasa memberikan kemudahan dalam meyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tidak luput bantuan dari beberapa pihak juga yaitu saya berterimakasih
kepada orang tua yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan, kepada dosen
saya Bapak Emilianshah Banowo selaku dosen “Ilmu Sosial Dasar” yang telah
memberikan motivasi dan kesempatan kepada saya untuk mengerjakan makalah ini.
Adapun makalah ini berdasarkan berbagai sumber yang berkaitan dengan tema dan
judul makalah ini yaitu “KONFLIK YANG TERJADI DI KOTA TARAKAN PROVINSI
KALIMANTAN TIMUR”. Harapan kami,makalah dapat memberi
tuntunan konsep yang praktis bagi mereka, baik praktisi maupun teman-teman
mahasiswa dalam memahami tentang vektor,
kami menyadari ini maupun cara penyampaian makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu kami siap mengembangkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari para pembaca. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua.
Depok, 23 November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar i
Daftar
Isi ii
BAB
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar
Belakang 1
1.2 Rumusan
masalah
2
1.3 Tujuan 2
1.4 Metode
penelitian
2
BAB
II PEMBAHASAN 3
2.1 Kronologi kerusuhan di
Tarakan 3
2.2
Faktor apa yang menyebabkan munculnya konflik Tarakan yang berujung tawuran
antara suku Tidung dengan suku Pattinjo letta 5
2.3
Solusi dari pemecahan konflik di
Tarakan ini 7
2.4
Kondisi masyarakat pasca-bentrokan Tarakan 12
BAB
III PENUTUP 14
3.1
Kesimpulan 14
3.2
Saran 14
DAFTAR
PUSTAKA 15
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara Maritim yang terdiri dari
banyak pulau-pulau, suku bangsa dan mempunyai beraneka-ragam budaya. Bahkan sesuai sensus BPS tahun
2010, di Indonesia terdapat 1.340 suku bangsa yang tiap sukunya memiliki ciri
khas masing masing. Hal ini memang suatu keuntungan, akan tetapi kekayaan
budaya dan struktur sosial dalam Negara seperti Indonesia ini juga kerap kali
memunculkan banyak masalah
di antaranya, adanya
konflik-konflik
ras karena mempertahankan eksitensi kelompok mereka. Hal ini bisa berujung
kepada tindakan-tindakan kekerasaan antar-golongan satu sama lain. Seperti
halnya yang terjadi di Tarakan pada 26 September 2010 lalu.
Tarakan yang kini merupakan salah satu
kotamadya di Provinsi Kalimantan Timur menjadi pusat industri di bagian utara
kalimantan Timur. Hal ini menyebabkan banyaknya pendatang-pendatang yang datang
ke Tarakan untuk bekerja. Membeludaknya jumlah pendatang pada akhirnya perlahan
demi perlahan menyingkirkan suku asli kota Tarakan yaitu suku Tidung
Suku Tidung yang merupakan suku asli Tarakan ini,
akhirnya menjadi kelas bawah (lower class) dalam strata sosial di
kampung halamannya sendiri. Hal ini menyebabkan adanya kecemburuan sosial dan
ekonomi yang diakibatkan oleh kesenjangan sosial dan ekonomi antara
suku asli pribumi yang merupakan kelas bawah yaitu suku Tidung dengan suku-suku
pendatang yang merupakan kelas menengah (middle class) seperti suku
Bugis, Pattinjo letta, suku Jawa, suku Banjar, dan lain-lain. Kesenjangan
sosial dan ekonomi ini pada akhirnya menimbulkan rasa iri dan dendam yang
mengendap dan sewaktu-waktu akan bisa meledak.
Dan pada minggu terakhir di bulan September tepatnya pada
26 September 2010, terjadilah tawuran yang melibatkan suku Tidung dengan suku
Pattinjo letta. Peristiwa ini menimbulkan korban jiwa dan eksodus dari
masyarakat yang merupakan suku Pattinjo letta ke luar kota Tarakan.
Maka dari itu,
untuk mengetahui hal-hal apa saja yang mendasari terjadinya konflik pada
Minggu, 26 September 2010 di Tarakan yang melibatkan suku Tidung dengan suku
Pattinjo letta, saya mengangkat judul dalam makalah ini
Konflik Yang Terjadi di Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur.
1.2
Rumusan Masalah
A.
Bagaimana kronologi kerusuhan di Tarakan?
B.
Faktor apa yang menyebabkan munculnya konflik Tarakan yang berujung tawuran
antara suku Tidung dengan suku Pattinjo letta?
C.
Bagaimanakah solusi dari pemecahan konflik
di Tarakan ini?
D.
Bagaimana kondisi masyarakat pasca-bentrokan Tarakan ?
1.3
Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan agar para pembaca tahu
tentang pentingnya dalam menjaga keberagaman suku dan budaya di Indonesia agar
tercipta situasi yang aman dan damai.
1.4
Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam
penyusunan makalah ini dengan membaca dari beberapa artikel dan dari beberapa
media yang dapat membantu menganalisis masalah yang muncul dari konflik yang
terjadi di Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kronologi kerusuhan di Tarakan
Minggu tanggal 26 September 2010 sekitar pukul 22.30
WITA.
Pada saat Abdul Rahmansyah, Warga Kel Juanta Permai sedang melintas di Perum Korpri Jl. Seranai III, Juata Kec Tarakan Utara, Kota Tarakan, secara tiba-tiba dikeroyok 5 (lima) orang tidak dikenal, sehingga sdr Abdul Rahmansyah mengalami luka-luka ditelapak tangan. Selanjutnya Sdr Abdul Rahmansyah pulang ke rumah untuk meminta pertolongan dan diantar pihak keluarga ke RSU Tarakan untuk berobat.
Pada saat Abdul Rahmansyah, Warga Kel Juanta Permai sedang melintas di Perum Korpri Jl. Seranai III, Juata Kec Tarakan Utara, Kota Tarakan, secara tiba-tiba dikeroyok 5 (lima) orang tidak dikenal, sehingga sdr Abdul Rahmansyah mengalami luka-luka ditelapak tangan. Selanjutnya Sdr Abdul Rahmansyah pulang ke rumah untuk meminta pertolongan dan diantar pihak keluarga ke RSU Tarakan untuk berobat.
Senin 27 September 2010
Sekitar pukul 00.30 WITA, Sdr Abdullah (56), Warga Kel Juata Permai, Orang Tua Sdr Abdul Rahmansyah beserta 6 (enam) orang yang merupakan keluarga dari Suku Tidung berusaha mencari para pelaku pengroyokan dengan membawa senjata tajam berupa mandau, parang dan tombak. Mereka mendatangi sebuah rumah yang diduga sebagai rumah tinggal salah seorang dari pengroyok di Perum Korpri Jl Seranai III, Juata, Tarakan Utara Kota Tarakan. Penghuni rumah yang mengetahui bahwa rumahnya akan diserang segera mempersenjatai diri dengan senjata tajam berupa badik dan parang. Kemudian terjadilah perkelahian antara kelompok Sdr Abdullah (warga Suku Tidung) dengan penghuni rumah tersebut (kebetulan warga Suku Bugis Latta). Akibatnya Sdr Abdullah meninggal dunia akibat sabetan senjata tajam.
Sekitar pukul 00.30 WITA, Sdr Abdullah (56), Warga Kel Juata Permai, Orang Tua Sdr Abdul Rahmansyah beserta 6 (enam) orang yang merupakan keluarga dari Suku Tidung berusaha mencari para pelaku pengroyokan dengan membawa senjata tajam berupa mandau, parang dan tombak. Mereka mendatangi sebuah rumah yang diduga sebagai rumah tinggal salah seorang dari pengroyok di Perum Korpri Jl Seranai III, Juata, Tarakan Utara Kota Tarakan. Penghuni rumah yang mengetahui bahwa rumahnya akan diserang segera mempersenjatai diri dengan senjata tajam berupa badik dan parang. Kemudian terjadilah perkelahian antara kelompok Sdr Abdullah (warga Suku Tidung) dengan penghuni rumah tersebut (kebetulan warga Suku Bugis Latta). Akibatnya Sdr Abdullah meninggal dunia akibat sabetan senjata tajam.
Pukul
01.00 WITA, di Perum Korpri Jl. Seranai III, tarakan Utara, Kota Tarakan
terjadi penyerangan yang dilakukan sekitar 50 orang (Warga Suku Tidung) yang
bersenjatakan mandau, parang dan tombak. Terjadi pengrusakan terhadap rumah
milik Sdr Noodin (Warga Suku Bugis Letta), Warga t 20 Kel Juata Permai, Tarakan
Utara.
Pada pukul 05.30 WITA terjadi lagi aksi pembakaran terhadap rumah milik Sdr
Sarifudin (Warga Suku Bugis Latta), Warga Perum Korpri Jl. Seranai Rt 20 Kel
Juata Permai, tarakan Utara. Pada pukul 06.00 WITA, sekitar 50 orang (Warga Suku
Tidung) mencari Sdr Asnah (Warga Suku Bugis Latta), namun berhasil diamankan
anggota Brimob.
Pada pukul 10.00 WITA, massa kembali mendatangi rumah tinggal Sdr Noodin (Warga Suku Bugis Latta) dan langsung membakarnya.
Pada pukul 11.00 WITA, massa kembali melakukan pengrusakan terhadap 4 (empat) sepeda motor yang berada dirumah Sdr Noodin.
Pada pukul 10.00 WITA, massa kembali mendatangi rumah tinggal Sdr Noodin (Warga Suku Bugis Latta) dan langsung membakarnya.
Pada pukul 11.00 WITA, massa kembali melakukan pengrusakan terhadap 4 (empat) sepeda motor yang berada dirumah Sdr Noodin.
Pada pukul 14.30 WITA, korban meninggal Sdr Abdullah dimakamkan di Gunung Daeng
Kel Sebengkok Kec tarakan Tengah Kota Tarakan.
Pada pukul 18.00 WITA, terjadi pengeroyokan terhadap Sdr Samsul Tani ( Warga Suku Bugis), Warga Memburungan Rt 15 Kec Tarakan Timur, Kota Tarakan, oleh orang tidak dikenal.
Pada pukul 18.00 WITA, terjadi pengeroyokan terhadap Sdr Samsul Tani ( Warga Suku Bugis), Warga Memburungan Rt 15 Kec Tarakan Timur, Kota Tarakan, oleh orang tidak dikenal.
Pukul 18.00 WITA, personil gabungan dari Polres Tarakan (Sat Intelkam, Sat
Reskrim dan Sat Samapta) diperbantukan untuk mengamankan TKP.
Pada pukul 20.30 WITA s/d 22.30 WITA bertempat di Kantor Camat
tarakan Utara berlangsung pertemuan yang dihadiri untur Pemda setempat seperti
Walikota Tarakan, Sekda Kota Tarakan, Dandim Tarakan, Dirintelkam Polda Kaltim,
Dansat Brimob Polda Kaltim, Wadir Reskrim Polda Kaltim serta perwakilan dari
Suku Bugis dan Suku Tidung.
Hasil
pertemuan tersebut di antaranya, sepakat untuk melihat permasalahan tersebut
sebagai masalah individu, sepakat untuk menyerahkan kasus tersebut kepada hukum
yang berlaku, segera mencari pelaku, seluruh kegiatan pemerintahan dan
perekonomian berjalan seperti biasa, elemen masyarakat, tokoh masyarakat dan
tokoh agama mendukung upaya penegakkan hukum, mengatasi akar permasalahan
secara tuntas, tidak menciptakan pemukiman yang homogeny, seluruh tokoh elemen
masyarakat memberikan pemahaman kepada warganya agar dapat menahan diri, dan
peranan pemerintah secara intern terhadap kelom pok etnis.
Selasa 28 September 2010
Pada pukul 11.30 WITA, telah diamankan 2 (dua) orang yang diduga kuat sebagai pelaku pembunuhan sdr Abdullah. Mereka adalah Baharudin alias Bahar (20), berperan sebagai penebas parang dan Badarudin alias Ada (16) yang berperan sebagai pembantu.
Pada pukul 11.30 WITA, telah diamankan 2 (dua) orang yang diduga kuat sebagai pelaku pembunuhan sdr Abdullah. Mereka adalah Baharudin alias Bahar (20), berperan sebagai penebas parang dan Badarudin alias Ada (16) yang berperan sebagai pembantu.
2.2 Faktor yang menyebabkan munculnya
konflik Tarakan yang berujung tawuran antara suku Tidung dengan suku Pattinjo
Letta
Banyaknya timbul konflik horizontal antara sesama warga
negara salah satunya karena terjadinya kesenjangan antara orang-orang kaya
dengan orang-orang miskin, kesenjangan regional dan kesenjangan antara pribumi
dan non-pribumi, terjadinya konflik vertikal antara pemerintah dan rakyat, akan
menimbulkan konflik dan permasalahan yang kelak nanti akan bisa meruntuhkan
bangsa Indonesia ini.
Dari
sekian banyak penyebab timbulnya masalah di negara Indonesia, adalah sebagai
berikut:
1. Kesalahan dalam
memilih paradigma serta konsep pembangunan.
2. Terjadinya
ketidak-adilan hampir dalam segala hal.
3. Tingginya
tingkat kemiskinan dan besarnya kesenjangan ekonomi antar-etnis, antar yang
kaya dan miskin (the haves and the haves not), antara kawasan timur dan
barat, antar golongan (pribumi dan non-pribumi, pribumi dan asing), antar umat
beragama, antar kota dan desa.
4. Krisis ekonomi
yang belum pulih; yang implikasinya sangat luas di masyarakat seperti
pengangguran, kemiskinan, kesehatan, dan lain sebagainya.[28]
Konflik di Tarakan ini akar masalahnya
sebenarnya adalah budaya dan kecemburuan sosial dan ekonomi. Tidak terjadinya
internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai sistem budaya dan sistem
kepribadian antara penduduk asli dan pendatang, sehingga menyebabkan tidak
terjadinya akulturasi, integrasi dan sosialisasi nilai-nilai sistem
budaya penduduk pendatang dengan penduduk asli yaitu suku Tidung
yang berdampak tidak terjadinya pembauran dan sebaliknya tejadi
pengelompokkan dalam menjalani dunianya masing-masing.
Selain itu, penyulut konflik tidak hanya kesenjangan
ekonomi, tetapi kehadiran para pendatang dan kesuksesan mereka di bidang
ekonomi telah mengubah tatanan lama yang tadinya kekuasaan ekonomi, birokrasi,
politik dan sosial dikuasai penduduk asli, secara gradual berpindah ke tangan
para pendatang. Itu terjadi seiring meningkatnya kemampuan financial untuk
membiayai pendidikan anak-anak mereka ke jenjang pendidikan tinggi yang
dampaknya membuahkan kemajuan dalam segala bidang, yang kemudian mendorong
terjadinya mobilitas vertikal tidak hanya di bidang ekonomi, tetapi meluas ke
bidang-bidang lain yang melahirkan cultural shock di kalangan
penduduk asli.
Kunci kemajuan para pendatang adalah watak survive dan
selalu bekerja keras untuk meraih kesuksesannya, hal ini membuat mereka menjadi
sukses di tanah perantauannya. Bertolak belakang sekali dengan para penduduk
asli yang biasanya kurang bersungguh-sungguh dalam bekerja dan terlalu terbuai
dengan statusnya sebagai penduduk asli.
Terbentuknya tatanan baru dalam segala lapangan kehidupan
akibat mobilitas vertikal yang dialami para pendatang, dan bahkan dalam banyak
hal penduduk asli cenderung tersisih dan termarjinalisasi dalam bidang
kehidupan, telah mendorong kecemburuan sosial, iri hati dan sakit hati.
Perubahan itu dianggap sebagai ancaman terhadap eksistensi mereka.
Oleh karena itu, mereka berjuang mengembalikan tatanan
lama yang pernah didominasi, dan salah satu caranya ialah membangkitkan
semangat anti pendatang dengan mengobarkan permusuhan dan melakukan perang
terbuka.
Penyimpangan yang dilakukan di Tarakan adalah perilaku
kolektif yang dilakukan
sejumlah orang secara bersama-sama yang kebetulan mempunyai tujuan yang sama
dan tidak bersifat rutin. Perilaku kolektif meliputi perilaku kerumunan (crowd),
perilaku massa, dan gerakan sosial.
Rangsangan yang memicu terjadinya perilaku kolektif bisa
bersifat benda, peristiwa, maupun ide.[33]Misalnya
seperti yang terjadi di Tarakan. Perusakan dan pembakaran rumah-rumah dan
fasilitas-fasilitas umum oleh penduduk asli yaitu suku Tidung merupakan reaksi
terhadap terbunuhnya penduduk lokal yang diduga dilakukan oleh pendatang yaitu
suku Pattinjo letta.
2.3 Solusi
dari pemecahan konflik di Tarakan
Penyelesaian
konflik di Tarakan yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini dilakukan
oleh oknum polisi dan pemerintah daerah sepertinya hanya penyelesaian konflik
secara sementara dan belum menyelesaikan inti masalah secara permanen. Tetapi
kita perlu mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah daerah
dan pihak polisi yang terkait dalam hal ini polres Tarakan yaitu dengan
memanggil tokoh-tokoh dari suku yang bertikai dalam hal ini suku tidung
diwakili oleh H. Abdul Wahab sedangkan suku Pattinjo Letta diwakili oleh H.
Abdullah Sani untuk menandatangani naskah kesepakatan damai dan mensosialisasikannya
ke daerah-daerah yang rawan konflik. Penyelesaian selanjutnya yang dilakukan
oleh pihak polisi yaitu melakukan koordinasi dengan pihak TNI dalam memantau
keadaan di Tarakan. Selain itu pihak polisi juga mengisolasi daerah tempat
terjadinya konflik dengan cara menggeledah kapal-kapal yang hendak merapat ke
Tarakan.
Akan
tetapi sekali lagi ini hanyalah penyelesaian secara sementara dan jangka
pendek. Penyelesaian secara jangka panjang dan secara permanen belum sepenuhnya
dilaksanakan oleh pemerintah selaku pemegang otoritas dalam mengelola negara
ini. Permasalahannya yang sebenarnya terjadi di Tarakan sekali lagi adalah
persoalan yang klasik yaitu kesenjangan ekonomi, sosial dan budaya antara
penduduk lokal dan pendatang yang belum sepenuhnya terselesaikan. Jadi jangan
heran jika konflik seperti ini akan meletus lagi di Tarakan.
Untuk
memecahkan persoalan konflik secara permanen dan merajut kembali perdamaian,
maka harus dilakukan berbagai langkah strategis.
Pertama,
diperlukan adanya collective action untuk merajut kembali
kebersamaan dan perdamaian. Untuk itu diperlukan adanya mediator dari kedua
kelompok yang bertikai untuk mengakhiri konflik yang berdarah secara permanen
yaitu yang secara sosial kultural dan keagamaan diakui ketokohan dan
kredibilitasnya di masing-masing kelompok yang bertikai. Oleh karena konflik
ini sumber utamanya adalah persoalan sosial budaya dan ekonomi, maka yang
diangkat menjadi mediator mesti yang memiliki dukungan dan akses sosial budaya
serta ekonomi di kalangan orang-orang yang bertikai. Karena tokoh semacam itu
tidak mudah ditemukan di daerah, maka perlu didorong tokoh-tokoh alternatif yang
memiliki akar kuat ditingkat grass root, yang mendapat dukungan
dari kelompoknya, disegani serta ditaati oleh komunitasnya.
Kedua,
perlunya dibuat akta perdamaian dan penghentian konflik antara kedua kelompok
di tingkat elit lokal yang diterima semua kelompok yang terlibat dalam
pertikaian. Salah satu isi akta perdamaian yang perlu disebutkan ialah
pemihakan dan pemberdayaan (affirmative action and empowerment) penduduk
lokal terutama dalam bidang pendidikan. Anak-anak miskin, terlantar dan yatim
piatu yang cerdas dan berakhlaq mulia yang mampu orang tuanya membiayai
pendidikan mereka, mutlak diberikan beasiswa dan biaya pendidikan dari jenjang
pendidikan dasar sampai universitas/perguruan tinggi. Selain itu, bagi
pengusaha kecil, petani, nelayan dan kaum muda yang masih menganggur perlu
diberikan pendidikan keterampilan, dan keahlian serta modal usaha agar mereka
dapat meningkatkan kegiatannya secara baik.
Ketiga,
penguasa dan aparat keamanan di daerah konflik harus dapat menjalankan tugas
dan fungsi dengan baik, bersikap adil, jujur, bertindak tegas dan profesional;
sehingga mampu mencegah meletusnya kembali konflik, dan para pengungsi yang
diusir dari rumah-rumah mereka karena dibakar dan dihancurkan massa, dengan
bantuan pemerintah pusat mereka dapat kembali secara damai ke daerah dan tempat
mereka semula dengan jaminan keaamanan, sehingga dapat hidup normal seperti
sedia kala.
Keempat,
pemerintah hendaknya lebih aktif dan proaktif bersama rakyat di kedua kelompok
yang bertikai lebih sering bertemu dan berdialog. Hasil-hasil pertemuan itu
disosialisasikan ke kelompok masing-masing yang bertikai. Di samping itu, perlu
dilakukan kegiatan-kegiatan bersama di antara dua kelompok itu seperti gerak
jalan massal secara bersama, lomba menyanyi, mengadakan peringatan hari-hari
besar nasional bersama, dan lain-lain.
Dengan
melakukan berbagai upaya yang berkesinambungan dan melibatkan
sebanyak-banyaknya orang serta diciptakan iklim yang dinamis dan dialogis; maka
konflik sosial seperti yang terjadi beberapa tahun terakhir ini dapat
diselesaikan dengan baik, damai dengan penuh semangat kekeluargaan dan
persahabatan
Selain itu untuk mencegah permasalahan di
Tarakan semakin meluas, menurut Nurul
Aini dalam wawancaranya dengan media massa elektronik yaitu
TempoInteraktif menghimbau pemerintah harus bertindak cepat untuk mengisolir
konflik. Pemerintah harus berperan lebih aktif dalam pembuatan perjanjian
perdamaian yang benar-benar dipatuhi oleh kedua belah pihak. Tapi setelah perjanjian
ini, bukan berarti konflik akan mereda. “Untuk jangka panjang, pemerintah harus memastikan terjadinya
pemerataan ekonomi agar tidak kembali terjadi permasalahan seperti ini,” katanya.
Oleh karena itu, dibutuhkan kecekatan dan
kecermatan dalam menangani dan menyelesaikan konflik seperti di Tarakan ini,
karena jika kita tidak cermat dan cekatan malah akan menimbulkan konflik yang
baru.
Selain itu dibutuhkan juga
kesadaran hukum dari masyarakat bahwa apa yang mereka lakukan adalah jelas bertentangan
dan melanggar hukum dan mereka harus berani untuk mempertanggung jawabkan
perbuatannya tersebut.
Aparatur hukum juga harus cepat, tegas dan
cerdas (profesional) dalam meredam dan menyelesaikan konflik yang terjadi
seperti di Tarakan ini. Selain itu, mereka juga harus memproses dan memberikan
efek jera bagi para pelaku yang terbukti bersalah agar kelak hal ini menjadi
contoh bagi penyelesaian konflik dan penegakkan hukum di daerah-daerah yang
lain. Hal ini jika dilaksanakan dengan baik juga akan berdampak pada nama baik
institusi penegak hukum yang hari-hari ini citra mereka turun di mata
masyarakat akibat kasus-kasus pelanggaran hukum yang menjerat penegak hukum itu
sendiri.
Hal Terpenting yaitu dengan
disaksikan oleh Bapak Gubernur Kaltim, Bapak Ketua DPRD Kaltim, Bapak Pangdam
VI Mulawarman, Bapak asisten operasi Kapolri, Bapak Wakapolda Kaltim, Bapak
Kasdam VI Mulawarman, Walikota Tarakan, Bupati Bulungan, Bupati Tana Tidung,
Bapak Wakil Bupati Malinau pada Rabu, 29 September 2010 menyepakati dan
melaksanakan hal hal sebagai berikut:
.
1. Mengakhiri segala bentuk pertikaian dan membangun kerjasama yang harmonis demi kelanjutan pembangunan kota Tarakan khususnya dan Kaltim umumnya
.
1. Mengakhiri segala bentuk pertikaian dan membangun kerjasama yang harmonis demi kelanjutan pembangunan kota Tarakan khususnya dan Kaltim umumnya
2. Memahami bahwa apa yang telah terjadi adalah murni
persoalan tindak pidana dan merupakan
persoalan individu bukan persoalan kelompok / suku / agama
3. Menyerahkan
penanganan persoalan tersebut
kepada aparat yang berwajib sesuai ketentuan hukum yang berlaku
4. Bersepakat melaksanakan pembubaran konsentrasi massayang
berada di semua tempat sekaligus melarang atau mencegah membawa/menggunakan
senjata tajam/senjata lainnya di tempat tempat umum sesuai perundangan yang
berlaku.
5. Menghormati tradisi dan adat istiadat yang berlaku
sebagai upaya meningkatkan dan mempererat tali silaturahmi dan persaudaraan
sebagai warga kota Tarakan sesuai dengan kata pepatah DI MANA BUMI DIPIJAK DI SITU LANGIT
DIJUNJUNG.
6. Masyarakat yang berasal dari luar kota Tarakan dari kedua
belah pihak yang berniat membantu penyeleseian perselisihan agar segera kembali
ke daerah masing-masing selambat-lambatnya 1x24 jam
7. Semua pengungsi di semua lokasi akan dipulangkan ke
rumah masing-masing difasilitasi oleh pemerintah kota Tarakan dan Aparat
8. Diharapkan pemerintah kota Tarakan dan pemerintah provinsi
Kaltim membantu kerugian kerugian mateiil dan immateriil yang
dialami semua korban dari kedua belah pihak
9. Apabila setelah pernyataan kesepakatan damai dari kedua belah
pihak dilanggar, maka aparat yang berwenang akan mengambil tindakan
tegas sesuai perundang-undangan yang berlaku.
10. Mensosialisasikan hasil pernyataan kesepakatan damaiini
kepada seluruh masyarakat kota Tarakan terutama warga kedua belah pihak
Kesepakatan ini berlaku sejak ditandatangani oleh semua pihak
pada hari Rabu tanggal 29 September 2010 pukul 18.30 WITA.
2.4
Kondisi masyarakat pasca-bentrokan
Tarakan
Imbas
dari kesepakatan damai itu, suasana Kota Tarakan kembali normal pada 30
September 2010. Lalu lintas jalan raya kota mulai ramai. Pusat pertokoan mulai
dibuka kembali. Namun, sekolah masih ditutup karena para murid masih diliburkan
dan dibuka kembali pada 1 Oktober 2010.
Proses
pemulangan pengungsi sendiri, dilakukan sejak tadi malam, pasca penandatanganan
kesepakatan damai. Proses pemulangan ini terus dilakukan hingga pagi tadi pukul
07.00 Wita. Gelombang pemulangan terbanyak terjadi sekira pukul 05.00 Wita. Pengungsi
dipulangkan dengan diangkut menggunakan truk milik tentara dan polisi. Titik
pengungsi seperti di Polres Tarakan, AL, Yonif, Lanud, Brimob, bandara sampai
pukul 08.00 WIB pagi tampak sudah bersih dari pengungsi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peristiwa yang terjadi di Tarakan menunjukan bahwa
Indonesia sebagai salah satu negara terbesar dan terbanyak penduduknya di dunia
yang memiliki beranekaragam suku
dan budaya belum mampu untuk menyelesaikan konflik-konflik sosial yang
melibatkan suku-suku, agama, ras dan golongan dengan akronim SARA.
Kasus di Tarakan memunculkan banyak spekulasi tentang
polemik apa yang sebenarnya terjadi. Tapi pada kenyataannya bahwa konflik di
Tarakan ini sama seperti halnya konflik-konflik yang terjadi di berbagai
pelosok daerah di tanah air seperti konflik yang terjadi antara madura dan
dayak di Sambas, kalimantan barat. Yaitu kecemburuan sosial budaya dan ekonomi
antara suku penduduk asli yakni suku Tidung dan suku pendatang yakni suku
Pattinjo letta.
3.2 Saran
Masyarakat
seharusnya mampu menjaga keberagaman budaya yang Indonesia miliki dengan saling
membangun perdamaian dan kebersamaan. Karena pada hakikatnya kita merupakan
suatu bangsa yang besar yang harus mampu menjaga kesolidan agar negara ini
menjadi semakin kuat sehingga jika muncul serangan baik dari pihak asing
ataupun dalam negeri kita semua mampu memberantasnya secara bersama. Indonesia
akan menjadi sangat kuat ketika semua suku dan adat yang dimilikinya bersatu
seperti pada saat kita merebut kemerdekaan. Oleh karena itu marilah kita
menjaga kebersamaan dan kedamaian antar suku agar terciptanya situasi yang
aman, damai, kondusif dan sejahtera.
Daftar
Pustaka
Komentar
Posting Komentar