KONFLIK YANG TERJADI DI KOTA TARAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

MAKALAH
ILMU SOSIAL DASAR


KONFLIK YANG TERJADI DI KOTA TARAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR






Disusun Oleh :

IRVAN TAUFIK ARIFIANTO (13315464)
KELAS : 1TA03
FAKULTAS : TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
DOSEN : EMILIANSHAH BANOWO


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-NYA yang senantiasa memberikan kemudahan dalam meyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak luput bantuan dari beberapa pihak juga yaitu saya berterimakasih kepada orang tua yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan, kepada dosen saya Bapak Emilianshah Banowo selaku dosen “Ilmu Sosial Dasar” yang telah memberikan motivasi dan kesempatan kepada saya untuk mengerjakan makalah ini. Adapun makalah ini berdasarkan berbagai sumber yang berkaitan dengan tema dan judul makalah ini yaitu “KONFLIK YANG TERJADI DI KOTA TARAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR”. Harapan kami,makalah dapat memberi tuntunan konsep yang praktis bagi mereka, baik praktisi maupun teman-teman mahasiswa dalam memahami tentang vektor,  kami menyadari ini maupun cara penyampaian makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami siap mengembangkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.



Depok, 23 November 2015

            Penulis

           

DAFTAR ISI
Kata Pengantar                                                                                                                                 i
Daftar Isi                                                                                                                                          ii
BAB I PENDAHULUAN                                                                                                               1
1.1     Latar Belakang                                                                                                                          1
1.2     Rumusan masalah                                                                                                                      2
1.3     Tujuan                                                                                                                                        2
1.4     Metode penelitian                                                                                                                      2
BAB II PEMBAHASAN                                                                                                                3
2.1 Kronologi kerusuhan di Tarakan                                                                                                 3
2.2 Faktor apa yang menyebabkan munculnya konflik Tarakan yang berujung tawuran antara suku Tidung dengan suku Pattinjo letta                                                                                        5
2.3 Solusi dari pemecahan konflik di Tarakan ini                                                                             7
2.4 Kondisi masyarakat pasca-bentrokan Tarakan                                                                          12
BAB III PENUTUP                                                                                                                       14
3.1 Kesimpulan                                                                                                                               14
3.2 Saran                                                                                                                                         14
DAFTAR PUSTAKA                                                                                                                    15


BAB I
 PENDAHULUAN

1.1             Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara Maritim yang terdiri dari banyak pulau-pulau, suku bangsa dan mempunyai beraneka-ragam budaya. Bahkan sesuai sensus BPS tahun 2010, di Indonesia terdapat 1.340 suku bangsa yang tiap sukunya memiliki ciri khas masing masing. Hal ini memang suatu keuntungan, akan tetapi kekayaan budaya dan struktur sosial dalam Negara seperti Indonesia ini juga kerap kali memunculkan banyak masalah di antaranya, adanya konflik-konflik ras karena mempertahankan eksitensi kelompok mereka. Hal ini bisa berujung kepada tindakan-tindakan kekerasaan antar-golongan satu sama lain. Seperti halnya yang terjadi di Tarakan pada 26 September 2010 lalu.
 Tarakan yang kini merupakan salah satu kotamadya di Provinsi Kalimantan Timur menjadi pusat industri di bagian utara kalimantan Timur. Hal ini menyebabkan banyaknya pendatang-pendatang yang datang ke Tarakan untuk bekerja. Membeludaknya jumlah pendatang pada akhirnya perlahan demi perlahan menyingkirkan suku asli kota Tarakan yaitu suku Tidung
Suku Tidung yang merupakan suku asli Tarakan ini, akhirnya menjadi kelas bawah (lower class) dalam strata sosial di kampung halamannya sendiri. Hal ini menyebabkan adanya kecemburuan sosial dan ekonomi yang diakibatkan oleh  kesenjangan sosial dan ekonomi antara suku asli pribumi yang merupakan kelas bawah yaitu suku Tidung dengan suku-suku pendatang yang merupakan kelas menengah (middle class) seperti suku Bugis, Pattinjo letta, suku Jawa, suku Banjar, dan lain-lain. Kesenjangan sosial dan ekonomi ini pada akhirnya menimbulkan rasa iri dan dendam yang mengendap dan sewaktu-waktu akan bisa meledak.
Dan pada minggu terakhir di bulan September tepatnya pada 26 September 2010, terjadilah tawuran yang melibatkan suku Tidung dengan suku Pattinjo letta. Peristiwa ini menimbulkan korban jiwa dan eksodus dari masyarakat yang merupakan suku Pattinjo letta ke luar kota Tarakan.
Maka dari itu, untuk mengetahui hal-hal apa saja yang mendasari terjadinya konflik pada Minggu, 26 September 2010 di Tarakan yang melibatkan suku Tidung dengan suku Pattinjo letta,  saya mengangkat judul dalam makalah ini Konflik Yang Terjadi di Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur. 

1.2 Rumusan Masalah
A. Bagaimana kronologi kerusuhan di Tarakan? 
B. Faktor apa yang menyebabkan munculnya konflik Tarakan yang berujung tawuran antara suku Tidung dengan suku Pattinjo letta?
C. Bagaimanakah solusi dari pemecahan konflik di Tarakan ini?
D. Bagaimana kondisi masyarakat pasca-bentrokan Tarakan ?

1.3 Tujuan
            Makalah ini dibuat dengan tujuan agar para pembaca tahu tentang pentingnya dalam menjaga keberagaman suku dan budaya di Indonesia agar tercipta situasi yang aman dan damai.

1.4 Metode Penulisan
            Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini dengan membaca dari beberapa artikel dan dari beberapa media yang dapat membantu menganalisis masalah yang muncul dari konflik yang terjadi di Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kronologi kerusuhan di Tarakan

Minggu tanggal 26 September 2010 sekitar pukul 22.30 WITA.
Pada saat Abdul Rahmansyah, Warga Kel Juanta Permai sedang melintas di Perum Korpri Jl. Seranai III, Juata Kec Tarakan Utara, Kota Tarakan, secara tiba-tiba dikeroyok 5 (lima) orang tidak dikenal, sehingga sdr Abdul Rahmansyah mengalami luka-luka ditelapak tangan. Selanjutnya Sdr Abdul Rahmansyah pulang ke rumah untuk meminta pertolongan dan diantar pihak keluarga ke RSU Tarakan untuk berobat.
Senin 27 September 2010
Sekitar pukul 00.30 WITA, Sdr Abdullah (56), Warga Kel Juata Permai, Orang Tua Sdr Abdul Rahmansyah beserta 6 (enam) orang yang merupakan keluarga dari Suku Tidung berusaha mencari para pelaku pengroyokan dengan membawa senjata tajam berupa mandau, parang dan tombak. Mereka mendatangi sebuah rumah yang diduga sebagai rumah tinggal salah seorang dari pengroyok di Perum Korpri Jl Seranai III, Juata, Tarakan Utara Kota Tarakan. Penghuni rumah yang mengetahui bahwa rumahnya akan diserang segera mempersenjatai diri dengan senjata tajam berupa badik dan parang. Kemudian terjadilah perkelahian antara kelompok Sdr Abdullah (warga Suku Tidung) dengan penghuni rumah tersebut (kebetulan warga Suku Bugis Latta). Akibatnya Sdr Abdullah meninggal dunia akibat sabetan senjata tajam.
Pukul 01.00 WITA, di Perum Korpri Jl. Seranai III, tarakan Utara, Kota Tarakan terjadi penyerangan yang dilakukan sekitar 50 orang (Warga Suku Tidung) yang bersenjatakan mandau, parang dan tombak. Terjadi pengrusakan terhadap rumah milik Sdr Noodin (Warga Suku Bugis Letta), Warga t 20 Kel Juata Permai, Tarakan Utara.
Pada pukul 05.30 WITA terjadi lagi aksi pembakaran terhadap rumah milik Sdr Sarifudin (Warga Suku Bugis Latta), Warga Perum Korpri Jl. Seranai Rt 20 Kel Juata Permai, tarakan Utara. Pada pukul 06.00 WITA, sekitar 50 orang (Warga Suku Tidung) mencari Sdr Asnah (Warga Suku Bugis Latta), namun berhasil diamankan anggota Brimob.

Pada pukul 10.00 WITA, massa kembali mendatangi rumah tinggal Sdr Noodin (Warga Suku Bugis Latta) dan langsung membakarnya.

Pada pukul 11.00 WITA, massa kembali melakukan pengrusakan terhadap 4 (empat) sepeda motor yang berada dirumah Sdr Noodin.
Pada pukul 14.30 WITA, korban meninggal Sdr Abdullah dimakamkan di Gunung Daeng Kel Sebengkok Kec tarakan Tengah Kota Tarakan.

Pada pukul 18.00 WITA, terjadi pengeroyokan terhadap Sdr Samsul Tani ( Warga Suku Bugis), Warga Memburungan Rt 15 Kec Tarakan Timur, Kota Tarakan, oleh orang tidak dikenal.
Pukul 18.00 WITA, personil gabungan dari Polres Tarakan (Sat Intelkam, Sat Reskrim dan Sat Samapta) diperbantukan untuk mengamankan TKP.
Pada pukul 20.30 WITA s/d 22.30 WITA bertempat di Kantor Camat tarakan Utara berlangsung pertemuan yang dihadiri untur Pemda setempat seperti Walikota Tarakan, Sekda Kota Tarakan, Dandim Tarakan, Dirintelkam Polda Kaltim, Dansat Brimob Polda Kaltim, Wadir Reskrim Polda Kaltim serta perwakilan dari Suku Bugis dan Suku Tidung.
Hasil pertemuan tersebut di antaranya, sepakat untuk melihat permasalahan tersebut sebagai masalah individu, sepakat untuk menyerahkan kasus tersebut kepada hukum yang berlaku, segera mencari pelaku, seluruh kegiatan pemerintahan dan perekonomian berjalan seperti biasa, elemen masyarakat, tokoh masyarakat dan tokoh agama mendukung upaya penegakkan hukum, mengatasi akar permasalahan secara tuntas, tidak menciptakan pemukiman yang homogeny, seluruh tokoh elemen masyarakat memberikan pemahaman kepada warganya agar dapat menahan diri, dan peranan pemerintah secara intern terhadap kelom pok etnis.
Selasa 28 September 2010
Pada pukul 11.30 WITA
, telah diamankan 2 (dua) orang yang diduga kuat sebagai pelaku pembunuhan sdr Abdullah. Mereka adalah Baharudin alias Bahar (20), berperan sebagai penebas parang dan Badarudin alias Ada (16) yang berperan sebagai pembantu.

2.2 Faktor yang menyebabkan munculnya konflik Tarakan yang berujung tawuran antara suku Tidung dengan suku Pattinjo Letta
Banyaknya timbul konflik horizontal antara sesama warga negara salah satunya karena terjadinya kesenjangan antara orang-orang kaya dengan orang-orang miskin, kesenjangan regional dan kesenjangan antara pribumi dan non-pribumi, terjadinya konflik vertikal antara pemerintah dan rakyat, akan menimbulkan konflik dan permasalahan yang kelak nanti akan bisa meruntuhkan bangsa Indonesia ini.
            Dari sekian banyak penyebab timbulnya masalah di negara Indonesia, adalah sebagai berikut:
1.        Kesalahan dalam memilih paradigma serta konsep pembangunan.
2.        Terjadinya ketidak-adilan hampir dalam segala hal.
3.        Tingginya tingkat kemiskinan dan besarnya kesenjangan ekonomi antar-etnis, antar yang kaya dan miskin (the haves and the haves not), antara kawasan timur dan barat, antar golongan (pribumi dan non-pribumi, pribumi dan asing), antar umat beragama, antar kota dan desa.
4.        Krisis ekonomi yang belum pulih; yang implikasinya sangat luas di masyarakat seperti pengangguran, kemiskinan, kesehatan, dan lain sebagainya.[28]
Konflik di Tarakan ini  akar masalahnya sebenarnya adalah budaya dan kecemburuan sosial dan ekonomi. Tidak terjadinya internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai sistem budaya dan sistem kepribadian antara penduduk asli dan pendatang, sehingga menyebabkan tidak terjadinya akulturasi, integrasi dan sosialisasi nilai-nilai sistem budaya  penduduk pendatang dengan penduduk asli yaitu suku Tidung yang berdampak tidak terjadinya pembauran dan sebaliknya  tejadi pengelompokkan  dalam menjalani dunianya masing-masing.
Selain itu, penyulut konflik tidak hanya kesenjangan ekonomi, tetapi kehadiran para pendatang dan kesuksesan mereka di bidang ekonomi telah mengubah tatanan lama yang tadinya kekuasaan ekonomi, birokrasi, politik dan sosial dikuasai penduduk asli, secara gradual berpindah ke tangan para pendatang. Itu terjadi seiring meningkatnya kemampuan financial untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka ke jenjang pendidikan tinggi yang dampaknya membuahkan kemajuan dalam segala bidang, yang kemudian mendorong terjadinya mobilitas vertikal tidak hanya di bidang ekonomi, tetapi meluas ke bidang-bidang lain yang melahirkan cultural shock di kalangan penduduk asli.
Kunci kemajuan para pendatang adalah watak survive dan selalu bekerja keras untuk meraih kesuksesannya, hal ini membuat mereka menjadi sukses di tanah perantauannya. Bertolak belakang sekali dengan para penduduk asli yang biasanya kurang bersungguh-sungguh dalam bekerja dan terlalu terbuai dengan statusnya sebagai penduduk asli.
Terbentuknya tatanan baru dalam segala lapangan kehidupan akibat mobilitas vertikal yang dialami para pendatang, dan bahkan dalam banyak hal penduduk asli cenderung tersisih dan termarjinalisasi dalam bidang kehidupan, telah mendorong kecemburuan sosial, iri hati dan sakit hati. Perubahan itu dianggap sebagai ancaman terhadap eksistensi mereka.
Oleh karena itu, mereka berjuang mengembalikan tatanan lama yang pernah didominasi, dan salah satu caranya ialah membangkitkan semangat anti pendatang dengan mengobarkan permusuhan dan melakukan perang terbuka.
Penyimpangan yang dilakukan di Tarakan adalah  perilaku kolektif yang dilakukan sejumlah orang secara bersama-sama yang kebetulan mempunyai tujuan yang sama dan tidak bersifat rutin. Perilaku kolektif meliputi perilaku kerumunan (crowd), perilaku massa, dan gerakan sosial.
Rangsangan yang memicu terjadinya perilaku kolektif bisa bersifat benda, peristiwa, maupun ide.[33]Misalnya seperti yang terjadi di Tarakan. Perusakan dan pembakaran rumah-rumah dan fasilitas-fasilitas umum oleh penduduk asli yaitu suku Tidung merupakan reaksi terhadap terbunuhnya penduduk lokal yang diduga dilakukan oleh pendatang yaitu suku Pattinjo letta.
2.3 Solusi dari pemecahan konflik di Tarakan
            Penyelesaian konflik di Tarakan yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini dilakukan oleh oknum polisi dan pemerintah daerah sepertinya hanya penyelesaian konflik secara sementara dan belum menyelesaikan inti masalah secara permanen. Tetapi kita perlu mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan pihak polisi yang terkait dalam hal ini polres Tarakan yaitu dengan memanggil tokoh-tokoh dari suku yang bertikai dalam hal ini suku tidung diwakili oleh H. Abdul Wahab sedangkan suku Pattinjo Letta diwakili oleh H. Abdullah Sani untuk menandatangani naskah kesepakatan damai dan mensosialisasikannya ke daerah-daerah yang rawan konflik. Penyelesaian selanjutnya yang dilakukan oleh pihak polisi yaitu melakukan koordinasi dengan pihak TNI dalam memantau keadaan di Tarakan. Selain itu pihak polisi juga mengisolasi daerah tempat terjadinya konflik dengan cara menggeledah kapal-kapal yang hendak merapat ke Tarakan.
            Akan tetapi sekali lagi ini hanyalah penyelesaian secara sementara dan jangka pendek. Penyelesaian secara jangka panjang dan secara permanen belum sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah selaku pemegang otoritas dalam mengelola negara ini. Permasalahannya yang sebenarnya terjadi di Tarakan sekali lagi adalah persoalan yang klasik yaitu kesenjangan ekonomi, sosial dan budaya antara penduduk lokal dan pendatang yang belum sepenuhnya terselesaikan. Jadi jangan heran jika konflik seperti ini akan meletus lagi di Tarakan.
Untuk memecahkan persoalan konflik secara permanen dan merajut kembali perdamaian, maka harus dilakukan berbagai langkah strategis.
            Pertama, diperlukan adanya collective action untuk merajut kembali kebersamaan dan perdamaian. Untuk itu diperlukan adanya mediator dari kedua kelompok yang bertikai untuk mengakhiri konflik yang berdarah secara permanen yaitu yang secara sosial kultural dan keagamaan diakui ketokohan dan kredibilitasnya di masing-masing kelompok yang bertikai. Oleh karena konflik ini sumber utamanya adalah persoalan sosial budaya dan ekonomi, maka yang diangkat menjadi mediator mesti yang memiliki dukungan dan akses sosial budaya serta ekonomi di kalangan orang-orang yang bertikai. Karena tokoh semacam itu tidak mudah ditemukan di daerah, maka perlu didorong tokoh-tokoh alternatif yang memiliki akar kuat ditingkat grass root, yang mendapat dukungan dari kelompoknya, disegani serta ditaati oleh komunitasnya.
            Kedua, perlunya dibuat akta perdamaian dan penghentian konflik antara kedua kelompok di tingkat elit lokal yang diterima semua kelompok yang terlibat dalam pertikaian. Salah satu isi akta perdamaian yang perlu disebutkan ialah pemihakan dan pemberdayaan (affirmative action and empowerment) penduduk lokal terutama dalam bidang pendidikan. Anak-anak miskin, terlantar dan yatim piatu yang cerdas dan berakhlaq mulia yang mampu orang tuanya membiayai pendidikan mereka, mutlak diberikan beasiswa dan biaya pendidikan dari jenjang pendidikan dasar sampai universitas/perguruan tinggi. Selain itu, bagi pengusaha kecil, petani, nelayan dan kaum muda yang masih menganggur perlu diberikan pendidikan keterampilan, dan keahlian serta modal usaha agar mereka dapat meningkatkan kegiatannya secara baik.
            Ketiga, penguasa dan aparat keamanan di daerah konflik harus dapat menjalankan tugas dan fungsi dengan baik, bersikap adil, jujur, bertindak tegas dan profesional; sehingga mampu mencegah meletusnya kembali konflik, dan para pengungsi yang diusir dari rumah-rumah mereka karena dibakar dan dihancurkan massa, dengan bantuan pemerintah pusat mereka dapat kembali secara damai ke daerah dan tempat mereka semula dengan jaminan keaamanan, sehingga dapat hidup normal seperti sedia kala.
            Keempat, pemerintah hendaknya lebih aktif dan proaktif bersama rakyat di kedua kelompok yang bertikai lebih sering bertemu dan berdialog. Hasil-hasil pertemuan itu disosialisasikan ke kelompok masing-masing yang bertikai. Di samping itu, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan bersama di antara dua kelompok itu seperti gerak jalan massal secara bersama, lomba menyanyi, mengadakan peringatan hari-hari besar nasional bersama, dan lain-lain.
            Dengan melakukan berbagai upaya yang berkesinambungan dan melibatkan sebanyak-banyaknya orang serta diciptakan iklim yang dinamis dan dialogis; maka konflik sosial seperti yang terjadi beberapa tahun terakhir ini dapat diselesaikan dengan baik, damai dengan penuh semangat kekeluargaan dan persahabatan
Selain itu untuk mencegah permasalahan di Tarakan semakin meluas, menurut Nurul Aini dalam wawancaranya dengan media massa elektronik yaitu TempoInteraktif menghimbau pemerintah harus bertindak cepat untuk mengisolir konflik. Pemerintah harus berperan lebih aktif dalam pembuatan perjanjian perdamaian yang benar-benar dipatuhi oleh kedua belah pihak. Tapi setelah perjanjian ini, bukan berarti konflik akan mereda. “Untuk jangka panjang, pemerintah harus memastikan terjadinya pemerataan ekonomi agar tidak kembali terjadi permasalahan seperti ini,” katanya.
Oleh karena itu, dibutuhkan kecekatan dan kecermatan dalam menangani dan menyelesaikan konflik seperti di Tarakan ini, karena jika kita tidak cermat dan cekatan malah akan menimbulkan konflik yang baru.
Selain itu  dibutuhkan juga kesadaran hukum dari masyarakat bahwa apa yang mereka lakukan adalah jelas bertentangan dan melanggar hukum dan mereka harus berani untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya tersebut.
Aparatur hukum juga harus cepat, tegas dan cerdas (profesional) dalam meredam dan menyelesaikan konflik yang terjadi seperti di Tarakan ini. Selain itu, mereka juga harus memproses dan memberikan efek jera bagi para pelaku yang terbukti bersalah agar kelak hal ini menjadi contoh bagi penyelesaian konflik dan penegakkan hukum di daerah-daerah yang lain. Hal ini jika dilaksanakan dengan baik juga akan berdampak pada nama baik institusi penegak hukum yang hari-hari ini citra mereka turun di mata masyarakat akibat kasus-kasus pelanggaran hukum yang menjerat penegak hukum itu sendiri.
Hal Terpenting yaitu dengan disaksikan oleh Bapak Gubernur Kaltim, Bapak Ketua DPRD Kaltim, Bapak Pangdam VI Mulawarman, Bapak asisten operasi Kapolri, Bapak Wakapolda Kaltim, Bapak Kasdam VI Mulawarman, Walikota Tarakan, Bupati Bulungan, Bupati Tana Tidung, Bapak Wakil Bupati Malinau pada Rabu, 29 September 2010 menyepakati dan melaksanakan hal hal sebagai berikut:
.
1. Mengakhiri segala bentuk pertikaian dan membangun kerjasama yang harmonis demi kelanjutan pembangunan kota Tarakan khususnya dan Kaltim umumnya

2. Memahami bahwa apa yang telah terjadi adalah murni persoalan tindak pidana dan merupakan persoalan individu bukan persoalan kelompok / suku / agama

3. Menyerahkan penanganan persoalan tersebut kepada aparat yang berwajib sesuai ketentuan hukum yang berlaku

4. Bersepakat melaksanakan pembubaran konsentrasi massayang berada di semua tempat sekaligus melarang atau mencegah membawa/menggunakan senjata tajam/senjata lainnya di tempat tempat umum sesuai perundangan yang berlaku.

5. Menghormati tradisi dan adat istiadat yang berlaku sebagai upaya meningkatkan dan mempererat tali silaturahmi dan persaudaraan sebagai warga kota Tarakan sesuai dengan kata pepatah DI MANA BUMI DIPIJAK DI SITU LANGIT DIJUNJUNG.

6. Masyarakat yang berasal dari luar kota Tarakan dari kedua belah pihak yang berniat membantu penyeleseian perselisihan agar segera kembali ke daerah masing-masing selambat-lambatnya 1x24 jam

7. Semua pengungsi di semua lokasi akan dipulangkan ke rumah masing-masing difasilitasi oleh pemerintah kota Tarakan dan Aparat

8. Diharapkan pemerintah kota Tarakan dan pemerintah provinsi Kaltim membantu kerugian kerugian mateiil dan immateriil yang dialami semua korban dari kedua belah pihak

9. Apabila setelah pernyataan kesepakatan damai dari kedua belah pihak dilanggar, maka aparat yang berwenang akan mengambil tindakan tegas sesuai perundang-undangan yang berlaku.

10. Mensosialisasikan hasil pernyataan kesepakatan damaiini kepada seluruh masyarakat kota Tarakan terutama warga kedua belah pihak

Kesepakatan ini berlaku sejak ditandatangani oleh semua pihak pada hari Rabu tanggal 29 September 2010 pukul 18.30 WITA.


2.4 Kondisi masyarakat pasca-bentrokan Tarakan

Imbas dari kesepakatan damai itu, suasana Kota Tarakan kembali normal pada 30 September 2010. Lalu lintas jalan raya kota mulai ramai. Pusat pertokoan mulai dibuka kembali. Namun, sekolah masih ditutup karena para murid masih diliburkan dan dibuka kembali pada 1 Oktober 2010.
Proses pemulangan pengungsi sendiri, dilakukan sejak tadi malam, pasca penandatanganan kesepakatan damai. Proses pemulangan ini terus dilakukan hingga pagi tadi pukul 07.00 Wita. Gelombang pemulangan terbanyak terjadi sekira pukul 05.00 Wita. Pengungsi dipulangkan dengan diangkut menggunakan truk milik tentara dan polisi. Titik pengungsi seperti di Polres Tarakan, AL, Yonif, Lanud, Brimob, bandara sampai pukul 08.00 WIB pagi tampak sudah bersih dari pengungsi.

















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peristiwa yang terjadi di Tarakan menunjukan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara terbesar dan terbanyak penduduknya di dunia yang memiliki beranekaragam suku dan budaya belum mampu untuk menyelesaikan konflik-konflik sosial yang melibatkan suku-suku, agama, ras dan golongan dengan akronim SARA.
Kasus di Tarakan memunculkan banyak spekulasi tentang polemik apa yang sebenarnya terjadi. Tapi pada kenyataannya bahwa konflik di Tarakan ini sama seperti halnya konflik-konflik yang terjadi di berbagai pelosok daerah di tanah air seperti konflik yang terjadi antara madura dan dayak di Sambas, kalimantan barat. Yaitu kecemburuan sosial budaya dan ekonomi antara suku penduduk asli yakni suku Tidung dan suku pendatang yakni suku Pattinjo letta.

3.2 Saran
Masyarakat seharusnya mampu menjaga keberagaman budaya yang Indonesia miliki dengan saling membangun perdamaian dan kebersamaan. Karena pada hakikatnya kita merupakan suatu bangsa yang besar yang harus mampu menjaga kesolidan agar negara ini menjadi semakin kuat sehingga jika muncul serangan baik dari pihak asing ataupun dalam negeri kita semua mampu memberantasnya secara bersama. Indonesia akan menjadi sangat kuat ketika semua suku dan adat yang dimilikinya bersatu seperti pada saat kita merebut kemerdekaan. Oleh karena itu marilah kita menjaga kebersamaan dan kedamaian antar suku agar terciptanya situasi yang aman, damai, kondusif dan sejahtera.








Daftar Pustaka








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kelebihan dan Kekurangan Kayu sebagai Bahan Konstruksi

MENGHILANGKAN GARIS TITIK TITIK PADA MICROSOFT OFFICE WORD 2013

GAMBAR SIMBOL SIMBOL BAHAN BANGUNAN