ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN 4
KELAS
:
4TA01
KELOMPOK
1 : 1. Edvan
Erdian (12315109)
2.
Erlang Fatharif Utomo (12315249)
3.
Fransisca Fonda N. C. (12315771)
4.
Inayah Novelia Rizky (13315328)
5.
Irvan Taufik Arifianto (13315464)
6.
M. Naufal Januar (13315965)
7.
Nadya Rizki Amalia (14315950)
8.
Subki Maula Fatah (16315689)
JURUSAN
TEKNIK SIPIL
FAKULTAS
TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2018
ASPEK PERSEROAN, PERBANKAN, PERASURANSIAN DAN PERPAJAKAN
DALAM PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI
A.
PERSEROAN
1.
Definisi
Perseroan
Perseroan
terbatas (PT) (bahasa
Belanda: Naamloze Vennootschap) adalah suatu badan hukum untuk
menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham,
yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena
modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan
kepemilikan perusahaan bisa dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.
Perseroan terbatas merupakan badan
usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran
dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan
sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih
dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham
mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki.
Apabila utang perusahaan
melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi
tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka
keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik
saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut dividen yang
besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan
terbatas.
Selain berasal dari saham, modal PT
dapat pula berasal dari obligasi. Keuntungan yang diperoleh para
pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan bunga tetap
tanpa menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut.
2.
Mekanisme Pendirian
Untuk
mendirikan PT, harus dengan menggunakan akta resmi (akta yang dibuat oleh
notaris) yang di dalamnya dicantumkan nama lain dari perseroan terbatas, modal, bidang
usaha, alamat perusahaan, dan lain-lain. Akta ini harus
disahkan oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (dahulu Menteri
Kehakiman). Untuk mendapat izin dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
Perseroan terbatas tidak bertentangan dengan ketertiban umum
dan kesusilaan.
b.
Akta pendirian memenuhi syarat yang ditetapkan
Undang-Undang.
c.
Paling sedikit modal yang ditempatkan dan disetor adalah 25%
dari modal dasar. (sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1995 & UU No. 40 Tahun
2007, keduanya tentang perseroan terbatas).
Setelah
mendapat pengesahan, dahulu sebelum adanya UU mengenai Perseroan Terbatas (UU
No. 1 tahun 1995) Perseroan Terbatas harus didaftarkan ke Pengadilan
Negeri setempat, tetapi setelah berlakunya UU No. 1 tahun 1995
tersebut, maka akta pendirian tersebut harus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran
Perusahaan (sesuai UU Wajib Daftar Perusahaan tahun 1982) (dengan kata lain
tidak perlu lagi didaftarkan ke Pengadilan negeri, dan perkembangan tetapi
selanjutnya sesuai UU No. 40 tahun 2007, kewajiban pendaftaran di Kantor
Pendaftaran Perusahaan tersebut ditiadakan juga. Sedangkan tahapan pengumuman
dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) tetap berlaku, hanya yang pada
saat UU No. 1 tahun 1995 berlaku pengumuman tersebut merupakan kewajiban
Direksi PT yang bersangkutan tetapi sesuai dengan UU No. 40 tahun 2007 diubah
menjadi merupakan kewenangan/kewajiban Menteri Hukum dan HAM.
Setelah
tahap tersebut dilalui maka perseroan telah sah sebagai badan hukum dan
perseroan terbatas menjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan
perjanjian-perjanjian dan kekayaanperseroan terpisah
dari kekayaan pemiliknya.
Modal dasar
perseroan adalah jumlah modal yang dicantumkan dalam akta pendirian sampai
jumlah maksimal bila seluruh saham dikeluarkan. Selain modal dasar,
dalam perseroan terbatas juga terdapat modal yang ditempatkan, modal yang
disetorkan dan modal bayar. Modal yang ditempatkan merupakan jumlah yang
disanggupi untuk dimasukkan, yang pada waktu pendiriannya merupakan jumlah yang
disertakan oleh para persero pendiri. Modal yang
disetor merupakan modal yang dimasukkan dalam perusahaan. Modal bayar merupakan
modal yang diwujudkan dalam jumlah uang.
3.
Prosedur Pendirian
Bilamana seseorang akan mendirikan perseroan terbatas, maka
para pendiri, yang biasanya terdiri dari 2 orang atau lebih, melakukan
perbuatan hukum sebagai yang tersebut di bawah ini:
1)
Pertama, para pendiri datang di kantor notaris untuk diminta
dibuatkan akta pendirian Perseroan Terbatas. Yang disebut akta pendirian itu
termasuk di dalamnya anggaran dasar dari Perseroan Terbatas yang bersangkutan.
Anggaran dasar ini sendiri dibuat oleh para pendiri, sebagai hasil musyawarah
mereka. Kalau para pendiri merasa tidak sanggup untuk membuat anggaran dasar
tersebut, maka hal itu dapat diserahkan pelaksanaannya kepada notaris yang
bersangkutan.
2)
Kedua, setelah pembuatan akta pendirian itu selesai, maka
notaris mengirimkan akta tersebut kepada Kepala Direktorat Perdata,
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Akta pendirian tersebut
juga dapat dibawa sendiri oleh para pendiri untuk minta pengesahan dari Menteri
Hukum dan HAM, tetapi dalam hal ini Kepala Direktorat Perdata tersebut harus
ada surat pengantar dari notaris yang bersangkutan. Kalau penelitian akta
pendirian Perseroan Terbatas itu tidak mengalami kesulitan, maka Kepala
Direktorat Perdata atas nama Menteri Hukum dan HAM mengeluarkan surat keputusan
pengesahan akta pendirian Perseroan Terbatas yang bersangkutan. Kalau ada
hal-hal yang harus diubah, maka perubahan itu harus ditetapkan lagi dengan akta
notaris sebagai tambahan akta notaris yang dahulu. Tambahan akta notaris ini
harus mnedapat pengesahan dari Kementerian
Hukum dan HAM. Setelah itu ditetapkan surat keputusan terakhir dari
Kementerian Hukum dan HAM tentang akta pendirian Perseroan Terbatas yang
bersangkutan.
3)
Ketiga, para pendiri atau salah seorang atau kuasanya,
membawa akta pendirian yang sudah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum
dan HAM beserta surat keputusan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM
tersebut ke kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang mewilayahi domisili
Perseroan Terbatas untuk didaftarkan. Panitera yang berwenang mengenai hal ini
mengeluarkan surat pemberitahuan kepada notaris yang bersangkutan bahwa akta
pendirian PT sudah didaftar pada buku register PT.
4)
Keempat, para pendiri membawa akta pendirian PT beserta
surat keputusan tentang pengesahan dari Kementerian
Hukum dan HAM, serta pula surat dari Panitera Pengadilan negeri
tentang telah didaftarnya akta pendirian PT tersebut ke kantor Percetakan
Negara, yang menerbitkan Tambahan Berita Negara RI. Sesudah akta pendirian PT
tersebut diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI,maka PT yang bersangkutan sudah
sah menjadi badan hukum.
B.
PERBANKAN
1.
Definisi
Perbankan
Perbankan adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan Indonesia dalam
menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip
kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan
taraf hidup rakyat banyak. Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni
sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter
dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang
sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
2.
Fungsi
Perbankan
Fungsi utama
perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat
serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan
memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem
pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem
keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Fungsi Perbankan Menurut
Budisantoso (2006:9) secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development,
dan agent of services.
a.
Agent of trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust),
baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat mau
menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan.
Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya
akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut , dan pada saat yang telah
dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak bank sendiri
akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat
apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur
tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman
saat jatuh tempo, dan debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman
beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.
b.
Agent of Development
Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di
sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi
dan saling mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik
apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa
penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan
perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat
melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi
barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak
dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi,
distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan
perekonomian suatu masyarakat.
c.
Agent of Service
Di samping
melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan
penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa ditawarkan bank ini
erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian secara luas. Jasa ini antara lain
dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan
bank, dan penyelesaian
C.
PERASURANSIAN DAN PERPAJAKAN
1.
Definisi
Perasuransian dan Perpajakan
Asuransi atau pertanggungan adalah
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin
akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti,
atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Sesuai UU 42 tahun 2009 (UU PPN) jasa
asuransi termasuk dalam jasa tidak kena pajak (non JKP). Yang dimaksud dengan
jasa asuransi yang non JKP adalah jasa pertanggungan yang meliputi asuransi
kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi
seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi dan konsultan asuransi. Dengan
demikian perusahaan asuransi tidak wajib dikukuhkan sebgai PKP. Sementara jasa
penunjang asuransi wajib dikukuhkan sebagai PKP kecuali yang memenuhi kriteria
perusahaan kecil.
2.
Jenis Usaha
Asuransi
a.
Asuransi Kerugian
Memberiken jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian,
kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga, yang timbul
dari peristiwa yang tidak pasti.
b.
Asuransi Jiwa
Digunakan untuk memindahkan resiko, dimana apabila terjadi
resiko kematian pada seseorang maka ahli warisnya akan memperoleh sejumlah dana
yang disebut Uang Pertanggungan. Dalam industri asuransi jiwa di Indonesia saat
ini, dikenal jenis asuransi tradisional misalnya term life (asuransi jiwa
berjangka);whole life (asuransi jiwa seumur hidup), endowment (asuransi jiwa
tradisional dengan kombinasi tabungan), serta polis asuransi jiwa unit linked
atau investment linked. Asuransi jenis unit linked ini sangat populer dan
hampir semua perusahaan asuransi besar memiliki produk ini bahkan beberapa
perusahaan asuransi asing yang ada di Indonesia hanya menjual jenis unit linked
tanpa menjual produk asuransi tradisionil lainnya. Asuransi jiwa unit linked
selain memberikan manfaat proteksi asuransi jiwa, juga sekaligus memberikan
kesempatan untuk berpartisipasi secara langsung dalam investasi khususnya dalam
reksadana.
c.
Reasuransi
Memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap resiko
yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi
jiwa.
3.
Aspek Perpajakan
Asuransi
Secara umum,
penghitungan dan perlakuan perpajakan bagi asuransi sama dengan perusahaan
lainnya.
Yang menjadi dasar adalah Penghasilan Kena Pajak
yang berasal dari pendapatan setelah dikurangi biaya yang telah diperbolehkan.
Namun karena karakteristik asuransi yang berbeda dari bisnis lain, ada
perlakuan pajak khusus untuk beberapa hal sbb :
a.
Pendapatan
Pendapatan perusahaan asuransi berasal dari premi asuransi (
termasuk premi asuransi bagi perusahan reasuransi ) yang diterima dari nasabah/
kliennya. Untuk premi asuransi yang dibayar sekaligus oleh pemegang polis
berkenaandengan periode pertanggungan yang lebih dari 1 tahun pengakuan
penghasilannya dikaitkan dengan metode pembukuan yang dianut wajib pajak :
1)
Apabila metode pembukuan yang digunakan
wajib pajak adalah stelsel akrual, makapengakuan penghasilan atas premi
asuransi tersebit dialokasikan secara proporsional ke tahun-tahun yang meliputi
periode pertanggungan tersebut
2)
Apabila metode pembukuan yang digunakan
wajib pajak adalah stelsel kas/stelsel campuran maka pengakuan penghasilannya
adalah :
5)
Dalam hal premi asuransi tersebut diterima
dimuka, maka diakui pada saat premi tersebut diterima.
6)
Dalam hal premi asuransi
diterima setelah masa pertanggungan maka premi tersebut dialokasikan
selama masa pertanggungan.
4.
Cadangan yang dapat
dibiayakan
Penghitungan
cadangan dibedakan sbb :
a.
Asuransi Kerugian
1)
Cadangan premi tanggungan sendiri
a)
Besarnya cadangan premi tanggungan adalah
40% dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima
b)
atau diperoleh dalam tahun pajak yang
bersangkutan
c)
Cadangan premi tanggungan sendiri ini
merupakan premi yang sudah diterima atau diperoleh akan
d)
tetapi belum merupakan penghasilan pada
tahun pajak yang bersngkutan
e)
Cadangan premi tanggungan ini merupakan
Penghasilan pada tahun pajak berikutnya
2)
Klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan
asuransi kerugian :
a)
Besarnya cadangan klaim tanggungan sendiri
adalah 100% dari jumlah klaim yang sudah disepakati
b)
tetapi belum dibayar dan klaim yang sudah
c)
Dilaporkan dan sedang dalam proses, tetapi
tidak termasuk klaim yang belum dilaporkan
d)
Cadangan klaim tanggungan sendiri tersebut
dibentuk pada akhir tahun Pajak
e)
Jumlah klaim yang sebenarnya dibayar oleh
perusahaan asuransi kerugian dibebankan kepada
f)
perkiraan cadangan klaim tanggungan sendiri
b.
Cadangan premi untuk perusahaan asuransi
jiwa :
1)
Besarnya cadangan premi untuk perusahaan asuransi
jiwa ditentukan sesuai dengan penghitungan aktuaria yang telah mendapat
pengesahan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
2)
Kenaikan jumlah saldo akhir dibanding
dengan saldo awal tahun dari cadangan premi merupakan biayadalam tahun yang
bersangkutan.
3)
Apabila terjadi pembayaran klaim kepada
tertanggung jumlah tersebut dibebankan kepada perkiraan cadangan premi.
ASPEK
HUKUM AGRARIA DALAM PEMBANGUNAN
A.
Definisi
Aspek Hukum Agraria dalam Pembangunan
Untuk mewujudkan hukum agraria nasional yang sesuai dengan
cita-cita bangsa Indonesia, maka dibuatlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). UUPA merupakan
undang-undang yang bersifat formal, yaitu hanya berisi asas-asas dan
pokok-pokok saja. Sedangkan peraturan pelaksanaannya akan diatur dalam
peraturan-perundang-undangan yang lain.2 Adapun
tujuan pokok dari UUPA adalah:
1.
Untuk meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria
nasional;
2.
Menjadi dasar dalam mewujudkan kesatuan dan kesederhanaan
dalam hukum pertanahan;
3.
Menjadi dasar dalam mewujudkan kepastian hukum mengenai
hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan
dasar-dasar hukum agraria nasional yang diamanatkan dalam UUPA dapat kita
temukan dalam penjelasan UUPA yang berisi 10 poin utama, yaitu:
1.
Dasar kenasionalan yang dapat kita temukan dalam
Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 1 ayat (2) UUPA. Dasar kenasionalan mengandung
pengertian bahwa bumi, air dan ruang angkasa yang terdapat di wilayah Republik
Indonesia adalah hak bersama dari seluruh warga Indonesia, bukan semata-mata
hak dari pemiliknya saja. Demikian pula dengan tanah ulayat bukan semata-mata
menjadi hak dari masyarakat adat di daerah tersebut, melainkan harus dipandang
dari tingkatan yang lebih tinggi, yaitu seluruh wilayah negara. Dasar
kenasionalan ini berlanjut pada Pasal 1 ayat (3) UUPA yang menentukan bahwa
hubungan antara bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa yang
terdapat di wilayah Republik Indonesia adalah bersifat abadi.
2.
Tidak diakuinya asas domein. Asas domein adalah asas yang
memandang semua tanah yang tidak dibuktikan haknya oleh orang lain merupakan milik
negara.5 Asas domein tidak
diakui dalam UUPA karena tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam
Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar. Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar yang
kemudian dijabarkan dalam Pasal 2 ayat (1) lebih menghendaki agar negara yang
merupakan organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat menguasai (bukan memiliki)
bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Bentuk
dari penguasaan tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaannya.
b.
menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas
(bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu.
c.
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.
3.
Diakuinya hak ulayat. Hal ini dapat kita temukan dalam
Pasal 3 UUPA. Hak ulayat adalah hak dari persekutuan hukum adat, untuk
menggunakan dengan bebas tanah-tanah yang masih merupakan hutan belukar di
dalam lingkungan wilayahnya guna kepentingan persekutuan hukum itu sendiri dan
anggota-anggota atau guna kepentingan orang-orang luar.7 Meskipun UUPA mengakui keberadaan hak
ulayat, namun hak ulayat tersebut harus:
a.
Sesuai dengan kepentingan nasional dan negara;
b.
berdasarkan atas persatuan bangsa;
c.
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan
peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
4.
Fungsi sosial dari hak atas tanah. Penjabaran dari dasar ini dapat
kita temukan dalam Pasal 6 yang menentukan bahwa “Semua hak atas tanah
mempunyai fungsi sosial.” Maksud dari ketentuan tersebut adalah bahwa hak atas
tanah yang ada pada seseorang tidak boleh digunakan hanya semata-mata untuk
kepentingan pribadinya, terlebih apabila hal tersebut merugikan masyarakat.
Penggunaan hak atas tanah tersebut harus memberikan manfaat bagi pemiliknya,
masyarakat dan negara. Meskipun demikian, ketentuan ini bukan berarti
kepentingan pribadi akan terdesak oleh kepentingan umum. Melainkan harus
seimbang antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
5.
Hanya warganegara Indonesia yang
dapat mempunyai hak milik atas tanah (Pasal 9 jo. Pasal 21 ayat (1) UUPA). Sedangkan orang asing
dan badan hukum tidak boleh mempunyai hak milik atas tanah. Orang asing hanya
boleh mempunyai tanah hak pakai (Pasal 42 UUPA). Sedangkan badan hukum
dipandang tidak perlu mempunyai hak milik, tetapi cukup hak-hak lainnya. Meskipun
demikian, terbuka peluang bagi badan hukum tertentu untuk mempunyai hak milik
(Pasal 21 ayat (2) UUPA). Badan hukum-badan hukum yang dapat mempunyai hak
milik menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 1963 adalah:
a.
Bank-bank negara.
b.
Koperasi pertanian.
c.
badan-badan sosial.
d.
badan-badan keagamaan.
6.
Asas kebangsaan, yang ditentukan dalam Pasal 9 ayat
(2) UUPA. Ketentuan ini memberikan jaminan bagi seluruh warganegara Indonesia
untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam memperoleh hak atas tanah. Asas ini
bertujuan untuk melindungi warganegara yang lemah dari segi ekonomi.
7.
Penyelenggaraan landreform, yakni tanah pertanian harus
dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri.
Penyelenggaraan landreform diwujudkan melalui penentuan luas minimum yang harus
dimiliki oleh orang tani, sehingga ia memperoleh penghasilan yang cukup untuk
hidup layak bagi dirinya dan keluarganya (Pasal 13 jo. Pasal 17 UUPA). Selain
itu juga ditentukan batas maksimum luas tanah yang boleh dipunyai dengan hak
milik (Pasal 17 UUPA) tuntuk mencegah penumpukan tanah di tangan
golongan-golongan tertentu.
8.
Perencanaan (planning) mengenai peruntukan,
penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk kepentingan hidup
rakyat dan negara. Perencanaan tersebut dibagi menjadi rencana umum (national
planning) yang meliputi seluruh wilayah Indonesia dan rencana khusus (regional
planning) yang merupakan penjabaran dari rencana umum yang diterapkan di
daerah-daerah.
9.
Kesatuan dan kesederhanaan hukum
agraria,
yakni sebuah upaya untuk menghapus dualisme hukum agraria yang diatur dalam
hukum adat dan hukum barat. Hal ini diwujudkan dengan penyusunan hukum agraria
yang berpedoman pada hukum adat yang disempurnakan dan disesuaikan dengan
kepentingan masyarakat dalam negara yang modern dan dalam hubungannya dengan
dunia internasional, serta disesuaikan dengan sosialisme Indonesia. Hukum adat
dipilih karena sebagian besar rakyat Indonesia tunduk pada hukum adat.10
10.
Kepastian hukum, yakni para pemegang hak harus
memperoleh kepastian mengenai haknya dan adanya instruksi yang jelas bagi
pemerintah. Hal ini diwujudkan melalui penyelenggaraan pendaftaran tanah yang
bersifat rechts-kadaster, sehingga dapat menjamin terwujudnya kepastian hukum.
B.
Stuktur
Agraria dalam Pembangunan
1.
Pengertian
Tanah
Pengertian tanah
diatur dalam pasal 4 UUPA dinyatakan sebagai berikut. Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal
2 ditentukan adanya macam – macam ha katas permukaan bumi, yang disebut tanah,
yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang – orang baik maupun bersama
– sama dengan orang lain serta badan – badan hukum.
Oleh karena itu,
hak – hak yang timbul diatas hak atas bangunan atau benda – benda yang terdapat
diatasnya merupakan suatu persoalan hukum. Persoalan hukum yang dimaksud adalah
persoalan yang berkaitan dengan dianutnya asas – asas yang berkaitan dengan hubungan
antara tanah dengan tanaman dan bangunan yang terdapat diatasnya.
a)
Asas Perlekatan
Horizontal (Horizontale accessie beginsel)
Didalam
KUH Perdata yang merupakan induk dari ketentuan hokum yang mengatur hubungan
secara pribadi atau perdata, dianut asas perlekatan, yaitu asas yang melekatkan
suatu benda pada benda pokoknya.
Lebih tegas lagi asas
asesi dapat ditemukan dalam rumusan pasal 504 dan pasal 507 KUH Perdata, yaitu
dalam perumusan benda tidak bergerak dimana disebutkan bahwa perlekatan dari
suatu benda bergerak yang tertancap dan terpaku pada benda tidak bergerak,
secara yuridis harus dianggap sebagai benda tidak bergerak pula.
Beranjak
dari asas asesi perlekatan diatas, maka dalam KUH Perdata yang merupakan buatan
Belanda, selain asas perlekatan horizontal yang diatur dalam pasal 589 dan
pasal 588 KUH Perdata juga diatur dalam pasal 500 KUH Perdata.
Dalam
KUH Perdata selain dikenal asas perlekatan yang bersifat horizontal, dikenal
pula asas perlekatan yang veritikal. Hal ini diatur dalam pasal 571 KUH
Perdata. Dalam pasal 571 KUH Perdata dinyatakan bahwa hak milik atas sebidang
tanah meliputi hak milik atas segala sesuatu yang ada diatasnya dan didalam
tanah itu. Bertitik tolak dari ketentuan pasal 572 KUH Perdata diatas jelaslah
bahwa semua benda yang terdapat diatas tanah (tambang) termasuk si pemilik
tanah tersebut.
b)
Asas pemisahan horizontal
( horizontal scheiding)
Berlainan dengan asas
yang terdapat pada negara – negara yang mengunakan asas perlekatan, hukum tanah
yang dianut oleh UUPA bertumpu pada hukum adat, dimana tidak mengenal asas “
pemisahan horizontal ‘’ dimana hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi
pemilikan bangunan dan tanaman yang diatasnya.
2.
Sumber
Hukum Tanah Indonesia
Sumber hukum tanah
Indonesia, yang lebih identic dikenal pada saat ini yaitu status tanah dan
riwayat tanah. Status tanah atau riwayat tanah merupakan kronologis masalah
kepemilikan dan penguasaan tanah baik pada masa lampau, masa kini maupun masa
yang akan datang. Status tanah atau riwayat tanah, pada saat ini dikenal dengan
Surat Keterangan Penfdaftran Tanah (SKPT) untuk tanah – tanah bekas hak – hak
barat dan hak – hak lainnya.
a.
Hukum Tanah Adat
Semula hukum adat di
Indonesia hanya ditemukan berdasarkan symbol – symbol. Sementara itu hokum adat
mencerminkan kultur tradisional dan aspirasi mayoritas rakyatnya. Sementara di Indonesia, hokum agraria yang
berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat dimana sendi – sendi
dari hokum tersebut berasal dari masyarakat hukum adat setempat, sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, dan negara yang berdasarkan
persatuan bangsa dan sosialisme indonesia.
b.
Hak Atas Tanah Menurut Uupa
Pada pasal 33 ayat (1) UUD 1945, dikatakan bahwa “bumi air dan ruang yang terkandung didalamnya
itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
Negara”. Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
Hak menguasai dari Negara termaksud dalam
UUPA (pasal 1 ayat 2) memberi wewenang kepada negara untuk mengatur
dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
memeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut, menentukan dan
mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, menentukan
dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa. Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam
pasal 2 adanya macam-macam hak atas permukaan
bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan
kepada dan dipunyai oleh orang orang baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum
(UUPA, pasal 4 ayat 1). pasal ini memberi wewenang
untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air
serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu
dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan
peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
3.
Jenis jenis Hak Atas Tanah
a.
Hak Milik
1)
Hak milik adalah hak turun-temurun,terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah
2)
Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
3)
Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
4)
Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya (bank Negara, perkumpulan koperasi
pertanian, badan keagamaan dan badan social)
5)
Terjadinya hak milik, karena hukum adat dan Penetapan
Pemerintah, serta karena ketentuan undang-undang
6)
Hak milik, setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya
dengan hak lain, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran
dimaksud merupakan pembuktian yang kuat.
b.
Hak Guna Usaha
1)
Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan dengan jangka
waktu 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun.
Sesudah jangka waktu dan perpanjangannya berakhir ke pemegang hak dapat
diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama.
2)
Diberikan paling sedikit luasnya 5 hektar, jika lebih dari
25 hektar harus dikelola dengan investasi modal yang layak dnegan teknik
perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman.
3)
Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain
4)
Hak Guna Usaha dapat dipunyai warga negara Indonesia, dan
Badan Hukum yang didirikan berdasarkan Hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
5)
Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah
Tanah Negara
6)
Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan Pemerintah
7)
Hak Guna Usaha setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya
dengan hak lain, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran
dimaksud merupakan pembuktian yang kuat
8)
Hak Guna Usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani
Hak Tanggungan
c.
Hak Guna Bangunan
1)
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan
atas tanah yang bukan miliknya sendiri, yang dapat berupa tanah Negara, tanah
hak pengelolaan, tanah hak milik orang lain dengan jangka waktu paling lama 30
tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Setelah berakhir jangka waktu
dan perpanjangannya dapat diberikan pembaharuan baru Hak Guna Bangunan di atas
tanah yang sama.
2)
Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak
lain.
3)
Hak Guna Bangunan dapat dipunyai warga negara Indonesia, dan
Badan Hukum yang didirikan berdasarkan Hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
4)
Hak Guna Bangunan terjadi karena penetapan Pemerintah
5)
Hak Guna Bangunan setiap peralihan, hapusnya dan
pembebanannya dengan hak lain, harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat.
Pendaftaran dimaksud merupakan pembuktian yang kuat
6)
Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani Hak Tanggungan
d.
Hak Pakai
1)
Hak pakai adalah hak untuk
menggunakan dan/atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain,
yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan
dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian
pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak
bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang
2)
Hak pakai dapat diberikan :
a)
Selama jangka waktu yang
tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk
keperluan yang tertentu;
b)
Dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa
berupa apapun.
c)
Pemberian hak pakai tidak
boleh disertai syarat-syarat yang mengandung
unsur-unsur pemerasan.
3)
Yang dapat mempunyai hak pakai ialah :
a)
Warga negara Indonesia
b)
Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
c)
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia
d)
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
4)
Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara
maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin penjabat
yang berwenang.
5)
Hak pakai atas tanah milik
hanya dapat dialihkan kepada pihak lain,
jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.
e.
Hak Sewa
1)
Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas
tanah mempergunakan tanah milik orang lain
untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada
pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
2)
Pembayaran uang sewa dapat dilakukan:
a)
Satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;
b)
Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.
c)
Perjanjian sewa tanah yang
dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh
disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
3)
Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah :
a)
Warganegara Indonesia;
b)
Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c)
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia;
d)
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
f.
Hak Membuka Tanah Dan Memungut Hasil
Hutan
1)
Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat
dipunyai oleh warganegara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2)
Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah
tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.
Peralihan
hak atas tanah dapat terjadi karena:
a)
Jual beli
b)
Tukar menukar
c)
Penyertaan dalam modal
d)
Hibah
e)
Pewarisan
Hapusnya
hak atas tanah:
a)
Jangka waktu yang berakhir
b)
Dibatalkan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu
syarat yang tidak dipenuhi
c)
Dilepaskan secara sukarela oleh pemegan haknya sebelum
jangka waktunya berakhir
d)
Dicabut untuk kepentingan umum
e)
Diterlantarkan
f)
Tanahnya musnah
g)
Beralih
ke warganegara asing (khusus Hak Milik) atau badan hukum asing (khusus HGU dan
HGB)
PENATAAN
RUANG
A.
Definisi Penataan Ruang
Pada dasarnya konsep penataan ruang wilayah adalah untuk
pemanfaatan pembangunan yang harus mengacu pada beberapa aspek seperti,
keamanan, kenyamanan, produktifitas serta dapat bermanfaat secara luas bagi
semua lapisan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan konsep penggunaan ruang ini
bukan hanya untuk hari ini dan tahun depan saja tapi untuk generasi dimasa
depan.
Indonesia menyusun Undang-undang Nomor 24 tahun 1992 tentang
Penataan Ruang, yang akhirnya undang-undang tersebut disahkan dan berlaku.
Namun seiring dengan adanya perubahan terhadap paradigma otonomi daerah melalui
ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka
ketentuan mengenai penataan ruang mengalami perubahan yang ditandai dengan
digantikanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, menjadi
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Penataan ruang khusus untuk perkotaan sebenarnya sudah
dimulai sejak zaman Belanda. Setelah kemerdekaan, ada pengaturan baru sejak
tahun 1985 berupa Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Pekerjaan Umum dalam perencanaan kota. Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama
tersebut Departemen Dalam Negeri bertangggung jawab di bidang administrasi
perencanaan kota, sedangkan Departemen Pekerjaan Umum bertanggung jawab di
bidang teknik (tata ruang) kota.
Atas dasar pembagian wewenang itu, Menteri Pekerjaan
Umum mengeluarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 640/KPTS/1986 tentang
Perencanaan Tata Ruang Kota, dan Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Kota.
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) adalah suatu rencana
pemanfaatan ruang kota, yang berisikan rencana pembangunan kota yang terkait
dengan ruang, sehingga tercapai tata ruang kota yang dituju dalam kurun waktu
tertentu dimasa yang akan datang. Rencana program pembangunan kota disusun
untuk 20 tahun ke depan dan dibagi dalam tahapan lima
tahanan. Dalam hal ini, harus dipadukan pendekatan
sektoral dan pendekatan regional (ruang), sesuai dengan keputusan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 64/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota, terdapat
4 (empat) tingkatan rencana tata ruang kota, yaitu sebagai berikut :
1.
Rencana umum tata ruang perkotaan, yaitu menggambarkan posisi
kota yang direncanakan terhadap kota lain secara nasional dan hubungannya
dengan wilayah belakangnya;
2.
Rencana umum tata ruang kota, yaitu menggambarkan pemanfaatan
ruang kota secara keseluruhan;
3.
Rencana detail tata ruang kota, yaitu menggambarkan
pemanfaatan ruang kota secara lebih rinci; dan
4.
Rencana teknik ruang kota, yaitu menggambarkan rencana
geometri pemanfaatan ruang kota sehingga sudah bisa menjadi pedoman dalam
penentuan sait (site) pembangunan/konstruksi kota.
Selanjutnya, sesuai dengan keputusan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 64/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota, Rencana Umum Tata Ruang
Kota (RUTRK) setidaknya harus berisikan hal-hal sebagai berikut :
1.
Kebijaksanaan pengembangan penduduk kota;
2.
Rencana pemanfaatan ruang kota;
3.
Rencana struktur pelayanan kegiatan kota;
4.
Rencana sistem transportasi;
5.
Rencana sistem jaringan utilitas kota;
6.
Rencana kepadatan bangunan;
7.
Rencana ketinggian bangunan;
8.
Rencana pemanfaatan air baku;
9.
Rencana penanganan lingkungan kota;
10.
Tahapan pelaksanaan bangunan; dan
11.
Indikasi unit pelayanan kota
Kebijaksanaan pengembangan penduduk kota berkaitan dengan
jumlah penduduk dan kepadatan penduduk pada setiap bagian wilayah kota. Jumlah
penduduk untuk keseluruhan kota harus diproyeksikan dengan memperhatikan trend
masa lalu dan adanya berbagai perubahan ataupun usaha/kegiatan yang dapat
membuat laju pertambahan penduduk dapat lebih cepat atau lebih lambat dari masa
lalu.
Rencana struktur/pemanfaatan kota adalah perencanaan bentuk
kota dan penentuan berbagai kawasan di dalam kota serta hubungan hierarki
antara berbagai kawasan tersebut. Bentuk kota tidak terlepas dari sejarah
perkembangan kota, namun sedikit banyak dapat diarahkan melalui penyediaan
fasilitas/prasarana dan penetapan berbagai ketentuan yang berkaitan dengan tata
guna lahan, sedangkan Rencana struktur pelayanan kegiatan kota menggambarkan
hierarki fungsi kegiatan sejenis di perkotaan.
CARA-CARA PENYELESAIAN SENGKETA
DALAM PENYELENGGARAAN KONSTRUKSI
A.
Definisi Penyelesaian Sengketa dalam
Penyelenggaraan Konstruksi
Konstruksi
adalah salah satu industri yang sangat kompleks, hal ini karena dalam proyek
konstruksi terdapat multi disiplin ilmu dan berurusan dengan orang banyak yang
memiliki kepentingan masing-masing. Kondisi ini pula yang membuka peluang
sengketa menjadi lebih besar.
Apabila
merujuk kepada data statistik yang dikeluarkan oleh Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI), dimana sengketa kontruksi mendominasi kasus yang ditangani
oleh BANI. Mulai periode tahun 1999 hingga 2016, tercatat terdapat 470 kasus,
dimana kasus konstruksi mendominasi sebesar 30, 8 % dari total kasus yang
ditangani oleh BANI.
Pada rezim
Undang-Undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, mekanisme penyelesaian
sengketa konstruksi tersedia melalui 2 (dua) jalur, yakni jalur pengadilan dan
di luar jalur pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui jalur di luar
pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan
pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, dan dalam hal terjadi
kegagalan bangunan. Serta tidak tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Jenis penyelesaian melalui jalur di luar
pengadilan yang dimaksud dalam UU Jasa Konstruksi 1999 antara lain arbitrase,
baik berupa lembaga atau ad-hoc yang bersifat nasional maupun internasional,
mediasi, konsiliasi atau penilai ahli.
Sementara
itu, dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, sebagai
pengganti UU Jasa Konstruksi 1999, penyelesaian sengketa yang timbul dari
Kontrak Kerja Konstruksi diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat. Dalam
hal para pihak yang bersengketa tidak menemukan kesepakatan, maka penyelesaian
sengketa ditempuh melalui tahapan upaya penyelesaian sengketa yang tercantum
dalam Kontrak Kerja Konstruksi atau dalam hal tidak tercantum dalam Kontrak
Kerja Konstruksi, para pihak bersengketa membuat suatu persetujuan tertulis
mengenai tata acara penyelesaian sengketa yang akan dipilih.
Adapun tahapan-tahapan penyelesaian
sengketa sesuai UU No. 2/2017 adalah:
1.
Para pihak yang bersengketa terlebih dahulu melakukan
musyawarah untuk mufakat;
2.
Apabila musyawarah tersebut tidak tercapai, maka
penyelesaian sengketa disesuaikan berdasarkan kontrak kerja konstruksi;
3.
Apabila penyelesaian sengketa tercantum dalam kontrak, maka
penyelesaian sengketa ditempuh melalui tahapan sebagai berikut:
4.
Mediasi;
5.
Konsiliasi, dan;
6.
Arbitrase
7.
Jika penyelesain sengketa tidak tercantum dalam kontrak
kerja konstruksi, maka para pihak yang bersengketa membuat tata cara
penyelesaian yang dipilih.
B.
Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Konstruksi
Mekanisme
penyelesaian sengketa konstruksi diantara para pihak lebih menekankan
penyelesaian di luar jalur pengadilan. Hal ini tidak terlepas dari keunggulan
arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, dimana setidaknya terdapat
beberapa keunggulan, yaitu:
1.
Kerahasiaan Sengketa.
Kerahasiaan merupakan salah satu keunggulan dari mekanisme
penyelesaian sengketa di luar jalur pengadilan, baik pada saat proses maupun
terhadap putusan yang tidak dipublikasikan. Mengingat konstruksi terkait dengan
banyak proses yang mana tidak seluruhnya dapat dibuka untuk umum, terutama
apabila bangunan yang menjadi obyek sengketa termasuk dalam objek vital negara.
Selain itu, diperlukan untuk menjaga hubungan baik di antara para pihak,
mengingat pelaku usaha dalam bidang jasa konstruksi adalah terbatas.
2.
Memilih Pihak Penengah
(Mediator/Konsiliator/Arbitrator) yang Memiliki Keahlian di Bidang Konstruksi.
Menurut Hellard (1987), sengketa konstruksi dapat dibagi
menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:
a.
Sengketa berkaitan dengan waktu (keterlambatan progress);
b.
Sengketa berkaitan dengan finansial (klaim dan pembayaran);
c.
Sengketa berkaitan dengan standar pekerjaan (desain dan
hasil pekerjaan);
d.
Konflik hubungan dengan orang-orang di dalam industri
konstruksi.
Pada umumnya sengketa-sengketa tersebut atas akan berkaitan,
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan hal-hal bersifat teknis. Pada
dasarnya Kontrak Kerja konstruksi merupakan kontrak yang bersifat khusus yang
mana memuat banyak aspek teknis.Sebagai contoh, sengketa berkaitan dengan
pembayaran dengan sistem prosentase progress pekerjaan
sebagai syarat pembayaran, tentunya memerlukan aspek teknik terkait dengan
penentuan progress pekerjaan yang dapat
diklaim. Dengan demikian, dalam penyelesaian sengketa konstruksi, tidak saja
dibutuhkan ahli hukum, namun diperlukan ahli pada disiplin ilmu lain, terutama
aspek teknis, untuk memahami akar permasalahan.
3.
Jangka Waktu Penyelesaian Sengketa Jelas
dan Relatif Singkat.
Walaupun perihal jangka waktu
penyelesaian sengketa relatif singkat sebagai keunggulan dari mekanisme
penyelesaian sengketa di luar pengadilan (arbitrase) menurut Undang-Undang
No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak
selalu terjadi karena di beberapa negara penyelesaian melalui jalur litigasi
dapat ditempuh dengan waktu yang relatif singkat, namun saat ini harus diakui
bahwa jalur litigasi memakan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan jalur
di luar litigasi. Jangka waktu penyelesaian sengketa yang singkat tentu lebih
menguntungkan bagi para pihak yang bersengketa, karena dapat segera memperoleh
kepastian mengenai penyelesaian atas sengketa yang sedang terjadi. Bagi pelaku
usaha konstruksi, berlaku pula hal demikian karena sengketa konstruksi akan
berkaitan dengan banyak hal seperti namun tidak terbatas pada kelangsungan
pekerjaan, pengalihan bangunan, penggunaan bangunan oleh pengguna jasa,
kepastian pembayaran. Khusus bagi penyedia jasa, sengketa yang berlarut-larut
dapat menghambat keterlibatan penyedia jasa pada tender-tender proyek yang
diselenggarakan oleh pengguna jasa yang sedang bersengketa.
Di samping
ketiga hal tersebut di atas, sejalan dengan upaya Pemerintah untuk menarik
investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, termasuk melalui sektor
konstruksi, maka dalam pengikatan kontrak-kontrak internasional, dalam
pengalaman penulis, penyelesaian sengketa melalui jalur di luar pengadilan
lebih diminati.
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria
Komentar
Posting Komentar